"Kembalikan Indonesiaku"

18 Januari 2011

Wong Fei Hung Ternyata Ulama dan Pendekar Sekaligus Tabib

Ketika masih remaja dulu, bahkan sampai sekarang, saya sangat menggemari film-film silat China. Mulai dari yang berpuluh-puluh seri seperti Pendekar Rajawali, Pedang Pembunuh Naga, Pendekar Awan dan Angin, sampai yang versi layar lebar seperti A Man Called Hero, Kungfu Hustle, Crouching Tiger Hidden Dragon, Once Upon a Time in China sampai serial Avatar.

Dalam film-film tersebut selain dikemas sebagai cerita silat kungfu yang menghibur, di dalamnya juga terdapat tentang filsafat, nilai-nilai moral, budaya dan sejarah perjuangan, kisah heroik patriotisme. Seperti dalam film Once Upon a Time in China yang menceritakan seorang pendekar kungfu yang bernama Wong Fei Hung, Master Wong (diperankan aktor laga Jet Lee) merupakan cerita silat kungfu yang berlatar belakang sejarah perlawanan rakyat China melawan ekspansi kekuasan dan penjajahan Jepang, Inggris dan Rusia. Siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Ketika sedang surfing di salah satu situs jejaring Islam, tanpa sengaja saya menemukan artikel tentang Wong Fei Hung. Ternyata Wong Fei Hung selain pendekar kungfu, dia juga adalah seorang muslim, bahkan beliau adalah ulama, selain ahli pengobatan. Nama Islamnya adalah Faisal Hussein Wong. Sedemikian hormatnya rakyat dan pemerintah China sehingga Wong Fei Hung ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China. Namun dalam penulisan sejarah bahkan film-film silat yang mengisahkan Wong Fei Hung sama sekali tidak pernah disinggung bahwa Ustadz Wong adalah seorang muslim. Pemerintah China sengaja mengaburkannya karena pada saat itu mereka sedang menegakkan supremasi kekuasaan pemerintahan yang didominasi komunis. Mirip dengan keadaan di Indonesia ketika supremasi kekuasaan didominasi oleh Orde Baru maka sejarah yang ditulis pada saat itulah yang dianggap kebenaran tunggal. Di luar itu, semua adalah salah dan dianggap mengancam stabilitas. Saya masih ingat ketika masih bersekolah berseragam putih biru/abu-abu jika kita memiliki buku sejarah yang berbeda dengan mainstream yang ada kita diperintahkan untuk membuang, memusnahkannya atau membakarnya. Kita tidak diajari menganalisa, menelaah, memilah kebenaran atau ketidakbenarannya. Berikut ini saya tuliskan saja sepenggal sejarah yang lain tentang Uztad Master Wong.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-Arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar China yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses menciptakan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Bahkan ditangan Wong Fei-Hung perkakas rumah tangga bisa menjadi senjata efektif, efisien dan mematikan. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang preman pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...